Senin, 02 November 2009

OBROLAN SINGKAT

Pagi menjelang siang aku sudah berada di angkot. Suasana hari ini walaupun belum terlau siang, tapi terik matahari seolah membakar kulit. Di dalam angkot itu hanya ada aku dan seorang laki-laki, kira-kira berumur 30 tahunan.
“ daripada aku melamun di angkot, baca novel ah.” pikirku.
di perempatan ada seorang pengamen sedang bernyanyi di angkot yang aku naiki.
“ punten ya dik.”
Seorang ibu berumur sekitar 50 tahunan kepada pengamen itu, disusul dengan seorang laki-laki entah suaminya atau penumpang lain dan kemudian masuk pula seorang wanita, dari penampilannya dia seorang guru. Aku terus membaca novel yang juga untuk tugas minggu ini
“ kuliah di mana neng?” Tanya ibu yang sekitar berumur 50 tahun itu padaku.
“ di Unpad ibu.” Jawabku singkat sambil memberikan senyum.
“ oh…di Unpad. Ngambil jurusan apa neng?” tanyanya lagi.
“ Sastra Indonesia.” Jawabku lagi.
“ Sastra Indonesia??? Masih ada yah yang ngambil jurusan Sastra Indonesia? kenapa ga Sastra Inggris aja neng?” kata Ibu itu. Aku hanya tersenyum.
“eh..tapi ga apa-apa neng, Bahasa Indonesia kan susah yah. Ibu juga dulu kuliah di Unpad.” Sambung Ibu itu.
Di dalam angkot Ibu itu terus bercerita. Katanya dulu ia kuliah di Hukum Unpad angkatan 58.
“ nenek yah dulu kalau ke kampus pakai sepedah. Kan deket kampusnya sama rumah nenek.” Cerita ibu itu, ia mengnenekkan dirinya padaku.
Aku hanya mendengarkan cerita nenek itu sambil sesekali bartanya dan menjawab pertanyaannya.
“ ibu ngajar di mana?” Tanya ibu itu kepada wanita yang duduk di depannya.
“ abdi ngawulang di Gede Bage” jawab ibu guru itu.
Ke dua ibu itu terlihat asik mengorol, menceritakan pengalaman mereka, menceritakan tentang keluarga mereka. Kemudian aku meneruskan membaca novel.
“ enggak pusing neng baca di angtkot” Tanya ibu itu kepadaku.
“enggak ibu” jawabku sambil tersenyum.
kemudian ibu itu mengajak aku mengobrol lagi. Jadi dalam angkot kita mengobrol bertiga.
“ ya ampun, aku kok ngobrolnya sama ibu-ibu gini yah” Kataku dalam hati.
“ kalau kuliah mah yah neng yah, gak usah pake dandan yang menor-menor. Yang apa itu namanya?” kata si ibu.
“ berlebihan ya bu” aku meneruskan.
“ iya, betul neng” kata si ibu membenarkan.
“ kalau ke kampus mah yang sederhana aja yah neng yah” si ibu meneruskan.
Aku hanya tersenyum. Kemudian si ibu meneruskan obrolannya. Ibu guru yang duduk di depannya juga ikut tersenyum dan sesekali menimpali.
“ kalau cantik mah dari hati, misalnya pakai air wudu,solat, sama berdzikir. Betul yah bu yanh seperti itu” kata ibu itu ke ibu guru yang duduk di depannya.
“ nenek seneng kalau mahasiswa unpad, kalau nenek lewat kampusnya yang di DU dandanannya gak aneh-aneh, apa adanya. Lagian menurut nenek laki-laki juga gak suka lihat anak perempuannya yang dadannya berlebihan” sambung ibu itu.
Ibu itu terus saja bercerita. Tapi aku senang mendengar ceritanya. Padahal kan kita baru saja kenal di angkot tapi ibu ini sudah banyak bercerita dan memberi nasihat. Tak terasa angkutan yang kami naiki sudah sampai di daerah Guruminda. Aku harus turun di sana karena biasa janjian dengan teman-temanku di sana.
“ kiri-kiri” pintaku pada supir angkot.
Akhirnya angkot yang aku naiki berhenti.
“ibu, saya turun di sini yah” pamitku pada ibu itu.
“oh..iya neng iya. Hati-hati ya neng” kata ibu itu dengan ramah
“iya ibu, saya duluan yah” kataku lagi sambil turu dari angkot.
“daaah…” kata ibu itu lagi sambil melambaikan tangannya padaku.
Aku balas melambaikan tanganku sambil memberi senyum.
“ akhirnya sampai juga” pikirku.
Aku lupa memeriksa HP-ku. Biasanya setelah sampai Metro, aku memberi kabar kepada temanku. Ternyata benar setelah aku periksa HP-ku, ternyata sudah ada satu sms dari temanku.
Lan, udah di mana???kalo udah deket kabarin yah!!!biar gak nunggu lama
Saking asiknya mengobrol, jadi tidak sempat membaca sms. Akhirnya aku balas sms-nya dan menunggu temanku datang.

BAYI PEREMPUAN ITU BERNAMA AZARIA

Kami sekeluarga sedang berkumpul di rumah. Kebetulan hari Minggu. Kakak perempuanku satu-satunya yang baru menikah satu setengah tahun ynag lalu sekarang sedang mengandung anak pertamanya.
“Kapan ka, adeknya lahir? Aku udah nggak sabar nih lihat ponakanku.” tanyaku kepada kakak perempuanku.
Kami hanya dua bersaudara dan dua-duanya perempuan. Untung saja kakakku itu masih tinggal serumah denganku jadinya aku tidak kesepian. Yah walaupun kami sering ribut, tetapi aku sayang kakaku yang Cuma satu-satunya itu.
“Kata dokter sih kira-kira satu atau dua minggu lagi” jawab kakaku.
“Kamu ini, sekarang aja pengen cepet punya ponakan, emang nanti mau mengasunnya?” kata ibuku.
“Ah, ibu ini. ibu juga pengen cepet-cepet kan lihat cucunya?” balasku pada ibu.
kami semua memang menunggu kelahiran anak pertama kakakku. aku tidak pernah merasakan ada seorang bayi di rumahku kecuali kalau ada sepupu atau anak dari sepupuku. Pada sore harinya kakakku merasakan sakit yang hebat pada perutnya.
“Aduh mah….perutku terasa sakit.” Kata kakaku sambil merasakan perutnya mulas-mulas.
“Ya ampun nak, apa kamu akan melahirkan sekarang?” kata ibuku. Terlihat dari wajahnya ia sangat cemas.
“Ya sudah bawa sekarang ke rumah sakit.” Perintah ayahku.
“Kamu telepon Ririn, suruh dia menginap di sini menemani kamu.” Perintah ibuku padaku.
“Iyah bu.” Jawabku.
“Telepon aku ya bu kalau adeknya sudah lahir.” Pintaku pada ibu.
“Iya…jangan lupa kamu telepon sepupumu itu untuk menemani kamu.” Ibuku mengingatkan.
Ayah, ibu dan kakak iparku pergi ke rumah sakit untuk mngantarkan kakakku melahirkan. Tadinya aku ingin ikut, tapi besok aku ada UTS. Terpaksa aku menunggu di rumah di temani sepupuku. Akhirnya bayi yang kami nantikan itu lahir dan berjenis kelamin perempuan. Sesuai dengan permintaanku.
“kak, aku pengen ponakan perempuan, supaya bisa aku dandani.” Pernah suatu hari aku meminta pada kakaku.
Di kampus rasanya aku ingin cepat-cepat pulang. Tidak sabar melihat ponakanku.
“ Adeknya sudah lahir, perempuan.” ibuku mengabari aku lewat telepon.
“ Aku sudah tidak sabar melihat dia” kataku dalam hati.
Rasanya senang sekali, akhirnya aku punya keponakan. Perempuan lagi. Biasanya aku hanya melihat dari teman-temanku yang membawa adik atau keponakannya. Sekarang aku yang punya keponakan.
“Senangnya.” Pikirku
Sampai juga aku melihat keponakanku. Bayi yang masih merah, dia sangat lucu. Jari-jarinya yang kecil bergerak-gerak. Terlihat tak ada beban pada pikirannya. Sungguh tenang sekali melihatnya.
“Mau dikasih nama siapa kak?” tanyaku pada kakakku.
“Siapa yah????” kakakku berpikir.
Semua anggota keluargaku sibuk mencarikan nama untuk bayi merah yang baru lahir itu. Sampai- sampai ayah bayi itu menyiapkan buku daftar nama-nama beserta artinya. Mereka sibuk memikirkan nama yang mempunyai arti bagus untuk bayi merah itu.
“Bagaiman kalau di beri nama Amelia Saslsabila saja?” usul kaka iparku.
Mereka terus mencari nama yang cocok untuk bayi perempuan yang lucu itu. Ada yang mengusulkan nama Amelia, Kirana, Bianka.
“Bagaimana kalau diberi nama azaria Salsabila saja” masih usul dari kaka iparku.
“Memang apa arti dari nama itu?” Tanya ayahku.
Kemudian kakak iparku itu menjelaskan arti dari nama tersebut. Akhirnya nama itu pun di setujui oleh semua anggota keluargaku. Aku pun menyukai nama untuk keponakanku itu.
Sudah hampir setahun berlalu. Kini keponakanku kurang lebih berumur sebelas bulan. Walaupun kelakuannya sangat lucu dan menggemaskan, tetapi dia sering membuat aku kesal.misalnya saja ketika aku sedang mengerjakan tugas kuliahku, dia selalu menggangguku. Walaupun kesal, tetapi melihat tingkahnya yang lucu itu, aku sampai tidak bisa marah.
“Jangan sampai tugasku yang aku baru buat ini dirusak azaria.” pesanku pada kakak perempuanku dan ibuku yang sedang bermain dengan keponakanku
“Aku mau mandi dulu.” Kataku pada mereka.
Setelah aku selesai mandi aku melihat tugasku yang tadi aku simpan di meja, sedang dirobek-robek oleh keponakanku.
“Azariaaaaaaa…………….” Teriakku kesal.

KENANGAN DI TENDA BUBUR AYAM

Pagi ini aku memutuskan untuk lari pagi sendiri, hal ini jarang sekali aku lakukan. Rasanya malas sekali bangun pagi untuk lari pagi, apalagi sendiri tidak ada teman. Aku teringat kepada sahabatku yang sering membangunkan aku dan memaksaku untuk berlari pagi. Dengan terpaksa aku bangun dan mengikuti keinginannya. Aku tidak biasa berolah raga baru saja aku berlari satu keliling, kepalaku sudah terasa pusing, keadan sekitarku terasa berputar dan semuanya menjadi gelap. Sahabatku itu sampai panik melihat tubuhku yang sudah lemas dan bibirku pucat, akhirnya kami terpaksa pulang. Sahabatku itu merasa tidak PD dengan berat badannya, padahal menurutku badannya tidak terlalu gemuk, mungkin hanya sedikit saja beratnya diturunkan. Pernah sutu hari di sekolah, kebetulan kami satu sekolahan hanya beda kelas, aku dipanggil oleh kepala sekolah, aku sangat kaget, aku kira aku melaukakan kesalahan, ternyata kepala sekolah menyuruhku menghubungi orang tua sahabatku itu karena dia pingsan. “dari kemarin aku gak makan apa-apa”, begitu kata sahabatku.
Di rumah aku mempunyai dua orang sahabat, badanku paling kecil diantara mereka, begitu pun dengan umurku. Kemana-mana kami selalu bersama. Pernah suatu hari kami berjanji “sebagai sahabat, kita tidak ada yang saling menyakiti, engga boleh jadian sama kecengan atau mantannya dari slah satu diantara kita”. Sebuah janji persahabatan. Sampai sekarang aku selalu tersenyum geli dengan janji yang pernah kita ucapkan dulu. Kami berteman dari Sekolah dasar. Wini dan Iin, begitu nama mereka.
Setelah lelah berlari aku diam sebentar dan meminum beberapa teguk air mineral yang sengaja ku bawa dari rumah, aku beristirahat sebentar untuk menghilangkan lelah setelah berlari. Karena masih sangat pagi dan sekarang hari libur jadi tidak terlalu banyak orang. Memang daerah sini selalu sepi, jadi menurutku tempat ini enak untuk dipakai lari pagi, tidak terlalu banyak orang dan tidak begitu banyak pedagang. Dulu kami sering lari pagi di sini, atau sore-sore untuk sekedar jalan-jalan.
Setelah badan mulai segar kembali dan lelah sudah mulai berkurang, aku memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang aku melewati Sekolah Dasar, dulu aku bersama kedua shabatku bersekolah di sana tepat di seberang sekolah aku melihat sebuah tenda yang berjualan bubur ayam, sambil beristirahat aku mencoba makan di tenda itu.
“pagi neng, baru ke sini lagi, tumben sendiri”, kata penjual bubur ayam itu.
Dulu aku bersama kedua sahabatku sering makan bubur ayam di sini. Setiap minggu, kalau kita lari pagi, pasti menyempatkan bubur ayam di sini. Selain rasanya enak, penjualnya pun sangat ramah.
“Buburnya satu ya pak”, pintaku pada bapak penjual bubur ayam sambil memberikan senyuman.
“Kemana aja neng?sudah lama tidak ke sini…” kata penjual bubur sambil membuatkan bubur yang tadi aku pesan.
“ada aja pak, baru sekarang aja bisa ke sini” jawabku.
Sudah lama sekali aku tidak datang ke sini, terakhir aku makan di sini sekitar satu tahun yang lalu, Sambil menikmati bubur ayam, aku melihat ke seberang, ke sebuah gedung sekolah dasar tempat dulu aku bersekolah, banyak berubah sekarang, lapangan di sekolah itu semakin luas, tamannya pun sekarang di tumbuhi bermacam-macam bunga, dan ada pos satpam di pinggir gerbang.
“dari dulu rasa bubur ayamnya tidak berubah ya pak, tetep enak, tambah enak malah” kataku pada si penjual bubur.
“ah si neng bisa saja”, kata si penjual bubur sambil tersenyum.
Sambil menikmati bubur yang tadi ku pesan aku berbincang-bincang dengan si penjual bubur. Sambil mengenang masa-masa dulu ketika aku dan kedua sahabatku duduk di sini, makan bersama sambil bercanda.
“dua hari yang lalu neng iin makan di sini” kata si penjual bubur.
“Iin pak?” kataku mengulangi.
“iya…neng Iin” kata si penjual bubur lagi.
Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan iin an Wini, entah di mana mereka sekarang, nomber HP-nya pun aku tidak punya. Terakhir kami bertemu sekitar satu setengah tahun lalu.

“kalau Wini pak, sering makan di sini ga?” tanyaku.
“kalau Wini sih sudah lama sekali tidak pernah ke sini” jawab penjual bubur itu.
“padahal sudah lama sekali aku tidak bertemu mereka, aku rindu sewaktu sama mereka pak.” Kataku dengan nada sedih :(
“kenapa Iin tidak menghubungiku?” kataku dalam hati.
Aku jadi teringat, kenapa akhirnya kami berpisah. Karena keegoisan masing-masing akhirnya kami berpisah. Sempat kami bertemu dan bekumpul lagi, tetapi tidak sesering dulu. Lama-lama sekarang hubungan kami bertiga semakin jauh karena kesibukan masing-masing. Iin pun harus pindah ke luar kota, dia melanjutkan kuliah di sana dan tinggal bersama neneknya. Wini yang baru saja menikah juga sibuk dengan keluarganaya sekarang.
Memang cita-cita Wini untuk menikah muda, dia tidak berniat meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Dari tingkat SMP kelas satu, Wini sudah mempunyai pacar, sedangkan aku dan Iin belum mengerti yang namanya pacaran. Sewaktu acara pernikahan Wini, Iin menyempatkan pulang untuk datang ke resepsi pernikahan sahabatnya itu, terakhir kali kami bertemu di sana.
“akhirnya buburnya habis juga”, kataku.
“Si neng ini kalau makan pelan tapi pasti ya, pasti habis maksudnya, pasti nambah juga hahaha…” , kata si penjual bubur itu mengejekku.
“ah bapak ini…”, kataku sambil ikut tertawa
“makasih ya pak, aku pulang dulu”, pamitku. ^_^
“sering-sering ya neng ke sini”, pinta si penjual bubur ayam.
“pasti pak”, kataku. ^_^
“O iya pak, aku minta tolong ya kalau ada Iin ke sini lagi, bilang aku nyariin. Tapi itu juga kalau Iin ke sini lagi”, pintaku pada si penjual bubur.
“sip neng”, sambil mengacungkan jempol, “pasti pesannya bapak sampaikan”
“jangan lupa lho pak”, kataku sedikit mengancam.
“iya neng, tenang saja”, katanya lagi.
“ok..terimakasih ya pak”
Aku pulang dengan berjalan kaki, perut sudah kenyang sehabis makan semangkuk bubur ayam. Jam di HP ku menunjukan pukul setengah tujuh. Mungkin ibu di rumah sudah menyiapkan untuk sarapan.
“yah aku lupa, pasti ibu sudah menyiapkan sarapan. Padahal aku sudah makan bubur, sarapan lagi sajalah” pikirku.
Jarak dari sekolah dasarku dengan rumah tidak terlalu jauh, dapat di tempuh dengan berjalan kaki. Dulu sewaktu kami masih di sekolah dasar, kami selalu berangkat ke sekolah bersama-sama. Sampai- sampai jika salah satu di antara kami tidak ada, pasti tetangga selalu bertanya.
“ ko cuma berdua? Yang satu lagi ke mana?”
Sering sekali pertanyaan itu terlontar dari orang-orang, jika kami hanya jalan berdua. Aku rindu pertanyaan orang-orang itu.
“akhirnya sampai juga di rumah” pikirku senang.
“assalamualaikum”
Sambil membukakan pintu aku mnegucapkan salam, tetapi ternyata pintunya terkunci.
“di mana orang-orang?” pikirku.
Ku ucapkan salam lagi, tapi tidak ada jawaban dari dalam. Berulang kali ku pencet bel tetap tidak ada jawaban dari dalam.
“ibu ke mana sih?”, kataku dengan sangat kesal.
Kuhubungi telepon rumahku lewat HP ku, ternyata ibu ada di dapur, jadi sengaja pintunya dia kunci. Kemudian ibu datang dan membukakan pintu. Baru saja aku duduk bersantai untuk menghilangkan lelah setelah lari pagi, telephon rumahku berbunyi, kemudian aku mengangkat telephon itu.
“Ri, coba deh kamu keluar rumah”, kata suara di balik telephon.
“Siapa nih?”, jawabku.
“Riri, ini Wini”
“Ya ampun, Wini, kamu lagi di mana?”
“makannya kamu sekarang keluar”
“keluar ke mana?”
“yah keluar rumah Riri sayang”
“aku tutup telephonnya yah”
Kemudian aku melihat ke luar dari jendela, tidak ada siapa pun di luar. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka pintu dan melihat keluar.
“Hai Riri!!!” ternyata itu Wini dan Iin.
“ya ampun kalian” kami saling berpelukan. Melepas kerinduan kami yang sudah lama tidak bertemu.